Jumat, 30 Januari 2009

Bahasa menunjukkan Bangsa” (bahasa / karakter / perilaku) ...jan-feb 2009

Bahasa menunjukkan karakter orang, keluarga bahkan lebih besar lagi adalah karakter bangsa. Bahasa disini diartikan bukan bahasa lisan tatapi bahasa perilaku. Bahasa memiliki derajat masing-masing dari yang paling rendah sampai paling tinggi.
Ada beberapa bahasa :
1. bahasa fisik
2. bahasa lisan
3. bahasa hati ‘ bicara tanpa bicara’

I. Beberapa Contoh kejadian :
Beberapa hal yang bisa kita resapi misalnya kejadian2 dibawah ini :
1. Lihat jalan2 dikampung sekarang.
- Bahasa fisik : Polisi tidur merupakan bahasa fisik, dan apabila ngebut dijalan kemudian dikeroyok adalah bahasa fisik. Bahasa fisik terpaksa dikeluarkan karena yang ngebut ngak paham perasaan orang lain. Dia yang ngebut ngak paham bahasa fisik, lisan apalagi bahasa hati.
- Bahasa lisan : ditunjukkan dengan tulisan or rambu2 lalulintas. Bahasa lisan yang halus adalah rambu2 lalulintas. Dan bahasa lisan yang kasar misalnya ‘ awas ngebut benjut’ ngebut timpuk dan lain2. Derajat seorang pengendara akan lebih baik apabila memahami bahasa lisan ini dan dia mematuhinya. Tapi sekarangpun amat sangat jarang orang mematuhi bahasa lisan ini.
- Bahasa hati : ditunjukkan dengan mematuhi sesuatu dengan kesadaran sendiri entah ada tidaknya bahasa lisan. Misalnya memakai helm walau tempat sepi dan tidak ada polisi. Missal memakai sabuk pengaman walau jarak amat sangat dekat dan tanpa adanya peraturanpun. Derajat orang ini menjadi yang tertinggi dalam memahami bahasa. Hal tersebut sangat dipatuhi sebagian besar orang2 eropa atau jepang demi keselamatan dirinya, tanpa memperdulikan ada tidaknya polisi.
2. Lihat demonstrasi mahasiswa sekarang,
- Bahasa fisik : kemarahan mahasiswa ditunjukkan dengan membakar ban2 bekas dan apapun yang ada didepannya. Juga menimpuki polisi, hal itu terjadi memang karena kesalahan kedua belah pihak yaitu mahasiswa yang tidak mengerti bahasa fisik dan pemerintah yang juga tidak memehani bahasa tersebut. Pemerintah kadang juga serang mahasiswa.
- Bahasa Lisan : ditunjukkan dengan koar2 di jalanan, di parlemen ataupun di kampus2 yang katanya menyuarakan suara rakyat. Tapi hal ini sebagian sembodo sebagian tidak, misalnya mereka bilang anti asing tetapi juga memakai baju or kendaraan buatan asing dll.
- Bahasa hati : derajat orang ini yang tertinggi. Dia tidak perlu merusak asset pemerintah. Dia tidak perlu berkoar2 dikampus or diparlemen. Dia cukup berkarya nyata membantu masyarakat secara material, perbuatan or immaterial misalnya mengadakan perpustakan gratis, buku murah, pelatihan kerja lapangan, ngajak pemuda semangat hidup, membuat usaha yang mampu menyerap tenaga kerja,,,,dll…itulah jempol namanya.
3. Lihat sumbangan bantuan,
- Bahasa fisik : Bahasa fisik ditunjukkan oleh penyumbang dengan mengexploitasi kegiatan tersebut agar semua orang tau. Menunjukkan saat menyumbang boleh2 saja sih, tapi saat ini cenderung udah berlebihan. Sedang penerima sumbangan berebut tanpa malu sengol kanan kiri asal memperoleh jatahnya. Bahkan tanpa malu orang yang seharusnya ngak dapat sumbangan (pemuda tangguh) eh ikut antri sumbangan,,,,,wah,,wah.
- Bahasa Lisan : Bahasa lisan emang perlu misalnya laporan keuangan yayasan (dari sumbangan) di Koran or laporan terhadap anggotanya. Dalam hal ini baik2 saja agar audit penyumbang dan yang disumbang jelas,,,,agar si penyumbang lebih iklas lagi. Asal masih dalam taraf wajar saja
- Bahasa hati : Bahasa hati ditunjukkan apabila tangan kanan menyumbang tangan kiri tidak tau. Udah dilakukan tapi dalam uang yang amat sangat terbatas misalnya infaq jumatan (ya paling2 hanya pol Rp5000 aja). Ini sebenarnya derajatnya tinggi tapi beberapa hal mempunyai kelemahan dalam hal audit dan termasuk yang kita pasrahi uang tersebut (apalagi dalam jumlah besar). Kalau tentang sumbangan emang sebaiknya merupakan perpaduan bahasa hati dan bahasa lisan sama2 baiknya.
4. Lihat hubungan tua-muda, tua-tua, muda-muda sekarang,
- Bahasa fisik : Bahasa fisik ditunjukkan oleh sikap yang mudah tersinggung kemudian adu fisik antar kelompok atau generasi. Penyelesaian masalah dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Perebutan lahan, penentuan caleg (politik), diskusi, rapat warga dan lain-lain apabila di jumpai kebuntuan musyawarah maka penyelesaiannya adu kuat/otot antar kelompok. Liat aja antara AKPB (kebangsaan) dan FPI tentang ahmadiyah. Liat aja perebutan antar kantor partai. Liat aja perebutan batas kampong. Liat aja massa masuk saat rapat DPRD. Mungkin paling sederhana melupakan dan tidak ada pengorhormatan dari yang muda pada yang tua dalam suatu kelompok, yang tua dianggap pernah salah dan yang muda sok pinter. Or sebaliknya juga yang tua tidakpercaya yng muda, jadi sami mawon.
- Bahasa Lisan : Bahasa lisan ditunjukkan dengan aturan yang tertulis (Undang-undang atau hukum agama) dalam hubungan antar manusia dari keluarga sampe Negara. Bahasa lisan juga ditunjukkan dengan setiap permasalahan dilakukan dengan musyawarah or diskusi bahkan voting/ pemilu. Syarat musyawarah tentunya dilakukan dengan apa adanya, berlapang dada dan siap apapaun/iklas yang diputuskan bersama. Siapkah kita bermusyawarah? Belum tentu…kalau dak siap bisa jadi bahasa fisik, bahaya ini. Permasalahan lisan paling ujung/ terpaksa adalah dengan pengadilan. Jadi pengormatan muda-tua or sesama manusia di atur oleh undang-undang atau hukum agama.
- Bahasa hati : Bahasa hati ditunjukkan apabila manusia mampu beradaptasi secara nyaman di setiap waktu dan tempat, tentunya ini amat sulit. Hal ini tentunya bisa terjadi apabila manusia memiliki pendalaman muamalah yang benar, baik dan pas sesuai tempat dan waktu. Semakin banyak silaturahmi semakin banyak teman semakin saling memahami teman. Jadi tanpa disuruh undang-undang pun, manusia seperti ini akan mengormati atau tenggang rasa dengan orang lain. Pada masa lalu sangat banyak dijumpai orang-orang yang memiliki bahasa hati ini. Syarat menjadi manusia ini tentunya tidak ringan misalnya berlapang dada, iklas dan rendah diri (ya contoh aja Muhammad saw)
5. Lihat hubungan manusia-alam sekarang,
- Bahasa fisik : Bahasa fisik ditunjukkan oleh apabila manusia ada ketidakcocokan dengan alam. Misalnya dengan menebangi hutan tanpa kendali. Orang membuang sampah seenaknya. Banyak orang di Negara ini apapun profesinya (guru, kyai, pegawai, pejabat atau lainnya) sering buang sampah sembarangan, liat aja saat beliau-beliau naik mobil, pasti buang sampah di jalanan. Kasihan kau alam, dikhianati manusia. Jadi banjir tu salah manusia sendiri.
- Bahasa Lisan : Bahasa lisan ditunjukkan dengan aturan berupa jangan tebangi pohon, jangan coret2 pohon, jangan buang sampah sembarangan, hemat air dan lain-lain. Hal ini bisa dilakukan apabila ada aturan yang tegas. Biasanya orang ini kadang tidak menaati peraturan tersebut apabila tanpa ada pengawasan.
- Bahasa hati : Bahasa hati ditunjukkan apabila tanpa disuruh, ada orang yang melakukan pengabdian lingkungan tanpa pamrih. Contohnya pada saudara2 kita yang dapat kalpataru lingkungan. Atau yang sederhana liat anak SD/MI yang buang sampah di tempat sampah, yang sampahya terpaksa dikantongin dulu apabila belum ada tempat sampah. Atau mungkin kita yang suka menanam pohon di kebun/halaman rumah kita.

II. Posisi Diri Kita dan Bangsa ini
Derajat bahasa menunjukan bangsa. Walaupun pada khasus2 tertentu bahasa terendah (fisik) cocok dilakukan, tetapi secara umum posisinya sebagai bahasa terendah. Derajat bahasa sebagai berikut :
1. Bahasa fisik menjadi bahasa terendah dalam pergaulan antar manusia atau bangsa. Karena hanya mengandalkan fisik tuk menyelesaikan masalah. Kalau harga diri bangsa dijatuhkan sampai titik terendah mungkin hal ini perlu misalnya perang.
2. Bahasa lisan menjadi bahasa tengah-tengah dalam pergaulan antar manusia. Karena setiap perbuatan perlu dijelaskan dengan aturan agar manusia mengikutinya. Bahasa ini posisinya bisa menjadi tertinggi kalau tuk mengatur agar ada kepastian hukum sehingga menjadi jelas dan saling menghargai. Misalnya hukum agama, agar orang mematuhi jalan lurus secara jelas.
3. Bahasa hati menjadi bahasa tertinggi dalam pergaulan antar manusia. Karena setiap perbuatan, manusia sudah memiliki kesadaran dari dirinya tuk berbuat yang baik dan benar sesuai pada tempat dan waktunya.
Bangsa ini pada posisi apa sebenarnya. Kalau bicara bangsa ini secara langsung sebenarnya kita bicara umat Islam (sebagai mayoritas). Sebagian besar orang Indonesia sekarang sangat sulit tuk menahan emosi or tidak sabar, jadi akibatnya Bahasa fisik yang digunakan. Mengapa bangsa ini menjadi begini, ada beberapa ulasan, (versi saya sendiri lo) :
1. Tidak ada suri tauladan dari pimpinan formal atau non formal
2. Tokoh agama kadang mengatasnamakan agama tuk tujuan tertentu yang kurang baik
3. Penyampaian budi pekerti lewat agama belum mengena (mungkin metodologinya perlu diperbaiki) (lihat tulisan saya tentang pembelajaran yang fun dan lainnya)
4. Tidak ada gerakan bersama tuk berubah menjadi lebih baik. Pimpinan bangsa ini mengunakan langkah taktis saja, tanpa langkah strategis, mau apa sih bangsa ini??????

III. Bagaimana sebaiknya Kita (or bangsa Ini) / Kesimpulan
Pengelolaan bangsa tuk memahami bahasa yang lebih baik tentunya dimulai dari diri sendiri kemudian keluarga, setelah itu ke masyarakat. Beberapa langkah misalnya :
1. Kata AA Gym : mulailah dari diri sendiri, mulailah hal2 kecil, dan mulailah sekarang juga. Mulailah kurangi bahasa fisik, usahakan menjadi bahasa lisan. Hal ini tentunya berproses dengan melatih ketenangan hati.
2. Budayakan hal-hal baik di keluarga masing-masing
3. Apabila menjadi orang biasa / senior / kepala keluarga / pimpinan di level apapun jadilah suri tauladan bahasa hati semampu dan semaksimal mungkin. (lihat missal tulisan saya tentang Change)
Tentunya tulisan diatas adalah versi saya sendiri, kalau berbeda pendapat adalah sah-sah saja. Maaf kalau ada ketersinggungan atau pengambilan kata yang tidak pas, kan lagi belajar,,,he,,he….

Wassalamu’alaikum warahmatulaahi wabarakaatuh

Bersambung suatu saat,

Hormat kami,
Burhan Barid,
kampungku tegalasri kab karanganyar

Tidak ada komentar: