Sabtu, 08 Desember 2007

Ada apa dengan 'Muhammadiyah'..seri 1

Ada apa dengan “Muhammadiyah” seri 1
Surat terbuka (September 2007)
Oleh Burhan Barid (pernah menjadi anggota IPM Karanganyar, tahun 80an)

Kepada :
- Pimpinan Muhammadiyah (PDM dimanapun), berlaku di seluruh Indonesia
- dan yang mengaku sebagai warga Muhammadiyah, siapa saja dan dimana saja


Assalamu’alaikum warahmatulaahi wabarakaatuh

Pertama-tama saya memohon permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas tulisan ini. Mungkin tulisan saya ini agak berbeda pendapat dengan mas atau bapak-bapak semuanya tentang pemahaman ini. Memang pengetahuan saya tentang aspek muhammadiyah sangatlah terbatas apalagi detailnya pasti sangat-sangat terbatas, tetapi saya mencoba urun rembug. Secara khusus membahas perkembangan Muhammadiyah atau pemudanya sekarang. Memang kayak main bola,……saya bisanya hanya sebagai supporter kalau main bola pasti dak bisa. Tapi sepakbola nggak akan menarik kalau tidak ada supporternya. Walau supporter seperti saya bisanya ya…..gawe rame to…… isoe…tepuk2 – komentar - hu..hu…tepuk2 lagi ya itu tok. Tapi yang dikomentari ini hanya masalah umum dan esensi pendapat saya tok,…tidak sampai jauh-jauh.

Muhammadiyah sekarang (secara nasional atau daerah bahkan ranting) memang sudah tidak progresif lagi pendalaman keilmuannya dan sepak terjangnya. Makanya mengapa anak muda mulai mencari-cari kelompok lain (diluar muahammadiyah), bahkan anak-anak muhammadiyah pergi entah kemana. Hal tersebut tentunya juga berlaku juga di NA, Aisyiah, IPM, IMM dan pemuda Muhammadiyah.

Semua pembahasan ini hanya berdasar pemahaman dan pengamatan pribadi saya sendiri dengan analisis sesuai keterbatasan ketauan saya tentang apa itu muhammadiyah. Tentunya kalau ada yang tidak pas ya dari saya sendiri, yang sok jadi suporter.


Bagian I : Diagnosa versi saya

1. Muhammadiyah
Harusnya diagnosa ini tidak timbul asal ada langkah2 preventif. Karena langkahnya hanya stagnan aja maka kayaknya sudah aja penyakit, makanya timbul diagnosa. Namanya diagnosa… ya bisa benar bisa salah…… Tapi saya coba-coba saja mungkin ada yang pas. Tentunya apabila ada yang bisa kita cari bersama-sama obatnya apa ya……Saya dak tau juga kalik. Mungkin timbul dulu beberapa pertanyaan yang menggelisahkan saya misalnya :
a. Mengapa Muhammadiyah sekarang modelnya cuma kaya takmir,,,,kalau seperti itu semua bisa mimpin,,,,,gampang itu….asal ada pengajian ya bisa….Materi yang dibahas juga kaya’ takmir mesjid, tidak ada yang baru dan sangat membosankan. Paling pol ajang silaturohmi, itu masih mending. Koq masih konservatif ya…….
b. Kemudian timbul pertanyaan apakah memimpin muhammadiyah itu caranya sebaiknya kaya mimpin takmir or mimpin perusahaan (PT) atau ditengah2nya atau apa. Tentunya langkah tersebut memberi dampak yang berbeda ?
c. Mengapa anak2 muda muhammadiyah sedikit yang masuk ke muhammadiyah tetapi kalau masuk ke kelompok islam lain banyak,,,,,,la ini seharusnya muhammadiyah mengoreksi diri……bukan anti kelompok lain. Ada apa dengan muhammadiyah???
d. Memang anak muda sukanya nabrak-nabrak, itulah mungkin yang tidak disukai kaum tua, kaum tua yang maaf sukanya nostalgia. Yang muda kadang keilmuan agama ditabrak2kan, dan kemudian yang tua merasa aneh sehingga yang muda disisihkan or disalahkan. Akhirnya mereka yang muda cari panutan lain.
e. Jadi timbul pertanyaan lagi yang kurang tepat yang mana – Muhammadiyahkah? – yang tuakah ? – yang muda yang suka anehkah?. Harusnya semua itu dibedah kemudian dianalisis bersama. Sebenarnya secara pribadi orang muhammadiyah punya potensi yang bagus diluar sana, entah karena karirnya-pinternya-kayanya-or lainnya….rata-rata sukses, tapi begitu terjun di muhammadiyah koq jadi kurang sukses…..apa sistemnya ya,,,,??? Tentunya yang kurang tepat seperti saya ini ……dak ngerti detail muhammadiyah…..e koq ngomentari muhammadiyah.
f. Sebenarnya Masih adakah di Muhammadiyah dicabang bahkan ranting???
g. Kegiatan muhammadiyah masih bersifat mendadak, taktis dan seremonial belaka. Belum urut, simultan, terpadu terprogram dengan baik.
h. Andalan kegiatan masih terbatas pada pengajian konvensional. Dan materipun masih yang ituitu saja, bisa jadi ini yang membuat anak muda ya gitulah (maaf bosan). Materi pengajian, sebagian besar masih berupa doktrin2 Islam, padahal pemahaman lewat doktrin sudah tidak disukai oleh kawula muda hal tersebut dibuktikan buku2 agama yang laku keras adalah yang sama sekali tidak menyentuh doktrin tetapi yang laris adalah tentang bagaimana cara menikmati agama yang baik, tepat dan menyenangkan.
i. Mengapa Muhammadiyah masih dipandang hanya sebagai penerima upeti unit ekonomi dibawahnya atau bahkan upeti politik. Mengapa sudah setua (hampir 1 abad) ini belum bisa mandiri.
j. Masih relevankah saat ini konsep Kyai Ahmad Dahlan tentang ‘jangan cari hidup di………..dst……… Atau perlu dibuat konsep baru tentang kerja yang lebih professional. Wong namanya Kyai Ahmad Dahlan aja dalam bersikap bisa seprogresif itu pada saat itu. Mengapa penerusnya tidak ada yang progresif. Bahkan bila perlu pendapat beliau juga kita telaah lagi sesuai dengan jaman sekarang (itu juga perlu progersif)…..la gitu kadang sering disalahkan padahal maksudnya baik.
k. Mana sepak terjang muhammadiyah??....sangat jarang dilevel manapun??

2. Pemuda Muhammadiyah
Pemuda seharusnya sebagai ‘think tank’nya muhammadiyah. Tetapi dilevel manapun pemuda masih berkutat pada urusan jangka pendek (taktis) dan beberapa pemuda yang potensial kemudian lari ke politik atau bahkan keluar sama sekali.

3. Kurikulum Kemuhamadiyahan (khusus majelis pendidikan)
Materi Kemuhamadiyahan sama sekali tidak menarik, anak hanya diajari ilmu Muhammadiyah tidak diajari bagaimana bermuhammadiyah yang baik.
Konsep pendidikan kita seringnya anak dipaksa tahu segala hal. Pada mata pelajaran Kemuhammadiyahan ini seolah ingin diberitahu semua hal tentang muhammadiyah, seakan akan agar anak cepat dan mengetahui semua hal (jago) tentang muhammadiyah, padahal harusnya itu kan berproses. Beberapa catatan :
a. Kalau sepintas pada mata pelajaran Kemuhammadiyahan MI/SD dan SMA atau mahasiswa juga dapat seperti ini walau pendalamannya agak berbeda. Mohon jangan samakan anak SD dengan SMA.
b. Psikologi anak harusnya dikembangkan dan dibuat sekreatif mungkin mengenal muhammadiyah bukan dari lambang atau janji pelajar muhammadiyah yang harus urut dan dihapalkan lagi. Anak kan juga tidak akan faham untuk apa ngapalin lambang, itu namanya pendidikan yang kurang tepat. Harusnya kemuhamadiyaan itu softskill dimana anak dilatih ber infaq, dilatih berkunjung keteman yang sakit, dilatih kejujuran dan lain lain (esensi muhammadiyah adalah latihan langsung, bukan himbauan). Dengan seperti itu anak akan memahami wo…ternyata muhammadiyah itu berlatih kebaikan to……siiplah. Jadi ngapain belajar lambang ee..ternyata softskillnya kurang bagus. Memang mata pelajaran Kemuhamadiyahan ini menurut saya harus dirombak total sehingga menjadi menarik.
c. Harusnya tugas majelis pendidikan tidak berhenti pada rutinitas hardskill tetapi sekali2 perlu membedah isi materi pelajaran keislaman. Karena yang saya lihat terutama materi kelas 1 – kelas 3 SD/MI itu harusnya yang sederhana saja. Eh,,,disitu anak dipaksa belajar dengan amat sangat berat hapalan yang menurut saya tidak realistis. (lihat lampiran saya tentang pendidikan di Cina dan Jepang).
d. Bahkan kadang ada soal aneh yang ditanyakan “misal : janji bakti sama orang tua no urut brpa..…….’, itu pertanyaan lucu dan ramutu. (harusnya Ujian tidak ada soal seperti ini) Dan kalau anak jawab no 5 pasti disalahkan, padahal anak tahu walau tidak urut. Ini berarti dalam hafalannya boleh, tetapi hal kreatifitas kurang.

Bagian II : Beberapa Usulan

Sebenarnya langkah ini lebih sederhana daripada yang telah dilakukan selama ini. Karena pengurus hanya sebagai fasilitator. Mungkin pengurus hanya mengarahkan saja, karena sebisa mungkin semua dari – oleh dan untuk warga Muhammadiyah. Pengurus hanya mengatakan karena yang usul jenengan sendiri (warga) maka ya semua harus diTanting yang intinya demi keinginan dan kebaikan bersama. Sebisa mungkin semua dilakukan dengan iklas dan awalnya memang agak ebyek tetapi selanjutnya akan lebih mudah.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan :


A. Kepemimpinan
Muhammadiyah bukan takmir, bukan PT(perseroan terbatas). Menurut saya lebih cocok sebagai sekolah besar. Dan fungsi pimpinan adalah sebagai Kepala sekolah dan jajarannya. Mengelola muhammadiyah lebih cocok seperti mengelola sekolah, yaitu setengah pengabdian setengah professional. Detailnya tentunya jenengan bapak2 sendiri yang lebih tahu.
Karena dianggap sekolah besar tentunya harus memiliki :
a. Ada visi dan misi
b. Ada langkah strategis dan taktis
c. Ada prioritas program (apa yang diunggulkan)
d. Ada Kurikulum Program yang jelas dan terstruktur. Bila perlu pengajianpun ada kurikulumnya
Pimpinan selain sebagai fasilitator bisa sebagai koki yang tepat dengan memanfaatkan segala potensi yang ada kemudian diracik sedemikian rupa sehingga menjadi enak untuk dimakan dan juga pas disajikan.

B. Program
Buatlah SWOT (oleh jajaran pimpinan) sekilas pandang yang telah dilakukan kemudian dianalisis secara kasar saja. Dan tentunya SWOTnya kedepan.
Buatlah survai kecil-kecilan apa sih sebenarnya keinginan warga Muhammadiyah itu. Tentunya survai ini bisa dilakukan dengan kuisioner atau semi musyawarah bersama. Bila perlu menghadirkan orang yang mampu membangkitkan keterbukaan apa yang diinginkan.
Kurikulum yang telah disepakati (bisa 1 tahunan or 1 semesteran) dilakukan dengan terstruktur. Kurikulum diperlukan agar saat mempersiapkan kegiatan –materi, waktu dan lain-lain akan tertata dengan rapi.
Program tahunan diprioritaskan pada hal tertentu saja (program unggulan). Ntar tahun berikutnya buat program unggulan yang lain. Dan seterusnya.

C. Pendidikan
Pendidikan sebagai dasar program Muhammadiyah. Sehingga hal ini harus dicermati secara detail, misalnya :
a. Apakah metodologi pada kurikulum kemuhammadiyahan dan keislaman yang lain masih pas untuk saat ini.
b. Bagaimana menyiapkan kader mendatang dengan cara yang menyenangkan dan mudah dilaksanakan sehingga sangat berkesan pada anak didik
c. Perlu kerjasama dengan orang psikologi, agar materi menarik dan cara pembelajarannya lebih pas.
Kader cenderung hanya ada saat anak didik sekolah di Muhammadiyah setelah mereka lulus, kader ilang plas. Perlunya materi2 yang menarik sehingga akan terkenang terus saat mereka sekolah di Muhammadiyah. Kalau hal tersebut dilakukan, suatu saat mereka akan menjadi penerus2 kita yang handal. Materi tersebut harus dirancang oleh pimpinan yang dibagian divisi pendidikan.
Perlunya pelatihan guru-guru, bukan hanya tentang pelatihan agama saja tetapi perlunya pelatihan psikologi anak-EQ dan lain-lain.
Perlu mengembangkan perpustakaan ‘Muhammadiyah’ (milik pengurus) yang berisi segala hal kelimuan duniawi maupun agama.
Pesantren kilat seharusnya lebih diprioritaskan pada pengembangan softskill.


Bagian III : Kesimpulan dan Target
Beberapa kesimpulan yang diperoleh,
Muhammadiyah adalah sekolah besar. Pimpinan seperti kepala sekolah dan guru-guru yang berfungsi menjadi guru dan fasilitator
Jangan dihabiskan waktunya dengan urusan rutinitas. Perlunya program dengan langkah yang strategis dan jelas.
Pendidikan adalah dasar kegiatan, karena sekolah besar maka harus mendidik kedalam dan keluar (masyarakat)

Mungkin ada kalimat yang kurang berkenan dan tidak tepat, itu dari saya pribadi dan saya mohon maaf sebesar-besarnya sekali lagi atas tulisan saya ini. Saya sangat berharap tentang kemajuan Muhammadiyah karanganyar khususnya dan Muhammadiyah di Indonesia pada umumnya. Kata teman saya “orang yang tidak perhatian itu tidak sayang tetapi orang yang perhatian (bahkan kritis yang bukan menjatuhkan tetapi memberi masukan) malah sayang”. Terimakasih sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum warahmatulaahi wabarakaatuh

Bersambung suatu saat,

Hormat kami,
Burhan Barid